Pages

Senin, 07 September 2015

Ini Tradisinya Masyarakat Lombok H+6 Setelah Idul Fitri

Foto Sumber: http://www.berbagifun.com/2011/12/kisah-perang-topat-di-pura-lingsar.html

“Lain Lading Lain Belalang, Lain Lubuk Lain Ikannya”. Itulah peribahasa yang menggambarkan kondisi saat menginjakkan kaki di tanah Lombok. Ada yang unik dalam tradisi perayaan Hari Raya Idul Fitri. Jika di Yogyakarta (Jawa secara umum) Perayaan Hari Raya Idul Fitri identik dengan ketupat dan menjadi makanan “wajib” yang disantap saat perayaan hari H Idul Fitri, namun di Lombok ternyata berbeda. Masyarakat Lombok baru menikmati ketupat setelah H+6 Idul Fitri, kenapa bias begitu? Inilah yang dinamakan dengan tradisi Perayaan Lebaran Ketupat atau Lebaran Topat. Tradisi. Nah loh kalo di Jawa ya sudah habis ketupatnya, disini baru dimulai hehe…

Agama Islam mengajarkan bahwa ada keutamaan bagi orang orang yang melanjutkan puasa setelah syawal. Puasa Syawal selama 6 hari untuk mensyukuri berakhirnya puasa sunah tersebut, warga masyarakat di Lombok melaksanakan lebaran kedua setelah Idul Fitri yang disebut dengan nama Lebaran Ketupat atau Lebaran Topat. Kata “topat” diambil dari kata ketupat, yakni penganan masyarakat Lombok dihidangkan khusus pada perayaan Lebaran Ketupat.
“Tradisi Perang Topat” yang merupakan tradisi turun temurun yang mulai dilakukan sepeninggal penjajahan Bali di Lombok di masa lampau. Tradisi ini di lakukan dengan cara saling lempar dengan menggunakan ketupat antara Ummat Islam dan Ummat Hindu Lombok. Dengan menggunakan pakaian adat khas Sasak dan Bali ribuan warga Sasak dan umat Hindu bersama-sama dengan damai merayakan upacara keagamaan yang dirayakan tiap tahun di Pura Lingsar, Kecamatan Lingsar, Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat.
Tradisi Perang Topat yang diadakan di Pura terbesar di Lombok (peninggalan kerajaan Karangasem) ini merupakan pencerminan dari kerukunan umat beragama di Lombok. Prosesi Perang Topat dimulai dengan mengelilingkan sesaji berupa makanan, buah, dan sejumlah hasil bumi sebagai sarana persembahyangan dan prosesi ini didominasi masyarakat Sasak dan beberapa tokoh umat Hindu yang ada di Lombok. Sarana persembahyangan seperti kebon odek, sesaji ditempatkan didalam Pura Kemalik.
Perang topat merupakan rangkaian pelaksanaan upacara pujawali yaitu upacara sebagai ungkapan rasa syukur umat manusia yang telah diberikan keselamatan, sekaligus memohon berkah kepada Sang Pencipta. Perayaan tersebut mengandung dua dimensi yaitu dimensi sakral dan sosial. Dimensi sakral berkaitan dengan persepsi dan pengharapan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa dan dimensi sosial berkaitan dengan upaya menjaga harmoni kehidupan antar sesama. Lebaran Topat juga bisa diartikan menjauhkan diri dari nafsu kebendaan dan membersihkan batin dari sikap dengki dan iri hati setelah nuraninya terjerembab oleh ego dan kemeriahan budaya materi yang semu. Ritual berseraup atau membasuh muka dengan air memberi makna bahwa tindakan tersebut merupakan cara untuk membersihkan kotoran yang melekat di wajah. Jika wajah dan hatinya bersih, maka orang itu tidak akan sakit baik secara fisik ataupun mental.
Nah itulah keunikan lebaran Idul Fitri di tanah Lombok, kalau di Jogja Grebeg Sekaten kali ya? Hehe… Intinya, apapun budaya, tradisi dan kepercayaan masyarakatnya yang terpenting adalah saling menjunjung tinggi sikap toleran terhadap perbedaan. Perbedaan bukan halangan untuk bersatu, justru perbedaan adalah sarana untuk saling mengenal dan memahami arti kebhinekaan bangsa Indonesia, walaupun berbeda-beda namun tepat satu jua. Semoga bermanfaat!

Salam IW_Project!

Referensi:
http://www.wisatadilombok.com/2013/05/tradisi-lebaran-ketupat-perang-topat-di.html 
http://www.berbagifun.com/2011/12/kisah-perang-topat-di-pura-lingsar.html



0 komentar:

Copyright © 2014 iw_project. All Rights Reserved. Template by CB Blogger. Powered by Blogger.