Bunyi klakson kapal menggema, memecah dinginnya malam di
tepi dek, tali penambat segera digulung menandakan kapal akan segera berlabuh. Jam
menunjukkan pukul 21:00, deru mesin kapal dari low idle ke high menggetarkan
degub jantung ini. Lambat namun pasti kapal mulai menjauh dari Dermaga Bastiong,
tampak kota Ternate hanya terlihat dari kerlap kerlip lampu rumah warga yang
semakin menjauh-jauh dan tak nampak lagi. Tak banyak aktifitas yang dapat
dilakukan selain menikmati gelapnya pekat malam di tengah lautan dan menghayati
dingin angin laut yang mendera tubuh ini. Tenangnya air laut terbelah oleh
badan kapal, menimbulkan riak-riak air yang bersautan. Terasa dingin semakin
memekat memaksa badan ini untuk berpaling dari udara luar menuju ruang di dek.
Itulah sedikit gambaran suasana perjalanan laut menggunakan Kapal
Motor Teratai Prima berbiaya Rp 165.000 kelas 2 (dek), namun sobat sekalian juga
bisa menikmati pengalaman lain dengan memilih kelas 1 (kamar) Rp 250.000 dengan
fasilitas AC. Perjalanan kali ini dimulai dari Pelabuhan Bastiong Kota Ternate
menuju Pelabuhan Pulau Obi transit di 2 Pelabuhan yaitu Babang - Pulau Bacan
dan Dermaga - Madopolo di Kecamatan Obi Utara. Perjalanan kali ini sangat luar
biasa dimana ini adalah perjalanan via laut terpanjang yang pernah Saya lalui.
Total hampir 17 jam untuk menerjang lautan menuju lokasi remote area. Tepat
pukul 4:30 pagi keesokan harinya kapal mulai merapat di pelabuhan Babang untuk
bongkat muat logistic. Kapal adalah transportasi utama antarpulau jadi selain
kapal penumpang kapal ini juga memuat logistic dan perlengkapan yang
didatangkan dari pulau/ daerah lain.
Foto 2. Pemandangan dari Dek Kapal
“Air buraka-air buraka, kacang-kaca, nasi kuning-nasi kuning” terdengan pedagang asongan bersahutan menjajakan dagangan mereka. Pedagang diperbolehkan masuk ke dalam kapal dan berkeliling menghampiri penumpang. Air buraka? Apa itu? Kalau bahasa Indonesia adalah air jahe, minuman yang sangat cocok untuk meredakan perjalanan laut yang dingin, terombang ambing ombak. Kurang lebih 1 jam transit di Babang perjalanan dilanjutkan menuju Madopolo. Madopolo, dari namanya saja sudah keren seperti apa tempatnya Saya juga penasaran. Kapal kembali mengarungi lautan lepas, pagi ini cuaca sangat cerah sehingga matahari tidak malu-malu bersembunyi di balik awan, langit menampakkan birunya, begitu juga lautan lepas menghamparkan warna biru yang dalam. Pukul 8:45 kapal mulai merapat di Madopolo. Hening terasa telinga ini, tatapan kosong memandang tempat yang baru pertama ku lihat, entah apa yang ku rasakan antara kagum, syukur, prihatin dan sedih semua campur aduk.
Foto 3. Gang Selamat Datang Madopolo
Madopolo, salah satu desa dari ribuan desa di pulau-pulau kecil yang menghampar di Nuasantara ini. Inilah denyut kehidupan di pulau kecil di tengah kepulauan Maluku. Warga berduyun duyung merapat ke dekat dermaga yang sekaligus menjadi pasar. Warga menyambut kapal yang baru datang, melakukan transaksi komoditas, bongkar muat logistic dan perlengkapan yang didatangkan dari wilayah lain. Kehidupan yang sederhana, kebutuhan hidup yang apa adanya, tercermin dari komoditas yang diperdagangkan disini.
Foto 4. Dermaga yang Sekaligus digunakan sebagai Pasar
Foto 5. Tampak Aktifitas Masyarakat dan Komoditas yang Diperdagangkan
Jelas terpampang tumpukan mie instan menggunung memenuhi sisi dermaga. Bergalon gallon minyak goreng, tepung terigu, beras, biscuit, makanan ringan, minuman ringan, perlengkapan bayi, perlengkapan mandi, peralatan masak dan bahan bangunan semua tumpah ruah memenuhi sisi dermaga yang sudah sesak. Terdapat sisi dermaga lainnya namun masih dalam tahap pembangunan. Sedangkan komoditas dari desa ini adalah hasil bumi berupa Cengkehnya yang melimpah dengan kualitas nomor wahid.
Foto 6. Tampak Aktifitas Masyarakat dan Komoditas yang Diperdagangkan
Perut keroncongan membuyarkan focus perhatian ini pada aktifitas masyarakat di sekitar, tampak dari atas Ibu-ibu berjualan aneka makanan, langsung saja lapar ini menuntun ke sumber makanan. Turun dari kapal lalu ke dermaga. Hemmmm… aromanya sedap sekali, berbagai olahan hasil laut disajikan sederhana dalam nampan. Terdapat Ikan Laut Balado, Tumis Sotong/ Cumi, Sate Kerang dan sebagai sumber karbohidrat terdapat Ketupat.
Foto 7. Jajanan yang Diperdagangkan
Langsung bungkus cap cus ambil yang praktis yaitu sate kerang dan ketupat. Kondisi dermaga yang sesak memaksa saya tuk kembali ke kapal dan menikmati makanan di dalam kapal. Entah karena lapar atau memang enak tapi yang jelas rasanya sangat nikmat sekali. Olahan kerang yang masih fress dengan balutan bumbu sate pedas dipadukan dengan lontong yang masih hangat beeeee… istimewa sekali. Nyam… nyam lumayan lah mengganjal perut kosong ini.
Foto 8. Tampak Aktifitas Masyarakat dan Komoditas yang Diperdagangkan
Tak terasa satu jam berlalu saatnya kapal melanjutkan
perjalanan. Tak sempat kaki ini memijakkan langkah di tanah Madopolo untuk
menelusuri lebih dalam lagi. Kapal harus melanjutkan perjalanan. Sengaja aku duduk di pinggiran kapal sambil memandang Madopolo
sambil berlalu. Sambutan dengan kesan pertama yang sangat luar biasa itu
terngiang indah dalam benak ini. Bye-bye Madopolo… Mungkin ini pertama dan
terakhir namun kali namun Panorama mu sungguh tak akan terhapuskan dari kisah
hidup ini. Salam ku pada Pak Gatot, saudara baru yang ku kenal di sana. Beliau adalah
petani cengkeh yang sukses dan siapa sangka beliau adalah orang Jawa yang
merantau dan berkeluarga di tanah itu. Salam IW_Project.
1 komentar:
Waoww,,,amazing,,
Posting Komentar